Sejarah perkembangan Perawatan Luka, Stoma dan Inkontinensia di Indonesia dimulai ketika Ibu Widasari Sri Gitarja menyelesaikan pelatihan Enterostomal Therapy Nurse Education Program di Hongkong pada Tahun 1995. Selepas studinya, beliau pertama kali mencoba mengembangkan di institusinya RS. Kanker Dharmais, berbekal keilmuan praktis baru dengan kekhususan bidang Perawatan Luka, Stoma dan Inkontinensia, beliau menerima tantangan yang luar biasa dari profesi medis lainnya karena profesinya yang hanya seorang Perawat fungsional, tapi berkat dukungan dari "ibu-ibu" Perawat lainnya, semangatnya tidak luntur.
Mencoba membuktikan bukanlah hal yang mudah, segala jenis literatur yang berhubungan dengan bidang kegiatannya terus dilalap habis, organisasi luar negeri yang membawahi bidang ini diikuti untuk mendapatkan referensi dan berbagi pengalaman. Pasien satu demi satu yang telah berhasil dalam perawatan turut meningkatkan kepercayaan profesi medis lain kepada beliau.
Selain mencoba mengumpulkan data, terus belajar dan mengembangkan diri, dimulailah penyebaran keilmuan ini melalui seminar-seminar dan pelatihan, satu persatu dijalani hingga saat Indonesia diakui oleh dunia dengan menunjuk Ibu Widasari sebagai delegasi untuk Indonesia dalam kancah Perawat Luka, Stoma dan Inkontinensia.
Satu persatu pengakuan mulai didapatkan dan penyebaran keilmuan ini mulai membuka cakrawala baru dalam dunia keperawatan Indonesia. Dan mulailah dibentuk sebuah organisasi yang memiliki peminatan sama dan diberi nama Indonesian Enterostomal Therapis Nurse Association ( InETNA ). Mendapatkan pengakuan organisasi baru bukanlah hal yang mudah, dengan berbagai kesibukan dan kepentingan membuat organisasi ini hanya sekedar nama.
Setelah lama tidak adanya perubahan yang signifikan pada organisasi, maka mulai terbersit di benak Ibu Wida untuk memperbanyak jumlah keanggotaannya dengan mengadakan pendidikan sertifikasi yang diakui oleh dunia, sehingga beliau mencoba mengajukan semua persyaratan untuk dapat terlaksana di Indonesia.
Program sertifikasi yang diakui dunia sampai saat ini dalam bidang Perawatan Luka, Stoma dan Inkontinensia disebut dengan nama Indonesian Enterostomal Therapy Nurse Education Program (InETNEP). Lagi-lagi kendala muncul, dibutuhkan modal dana yang cukup besar untuk mengelola pelatihan yang dilaksanakan selama 400 jam ini. Maka dibangunlah sebuah lembaga dengan nama Wocare Indonesia, untuk menyandang dana sekaligus pemegang resiko, apabila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan pelatihan.
Kegiatan pertama InETNEP pada tahun 2007, menghasilkan 21 lulusan dari berbagai institusi. Tapi hal ini belum membuat puas Ibu Wida untuk hanya bergerak dalam pelatihan. Pengakuan dari profesi medis lain masih harus dikejar, dan memikirkan bagaimana setiap lulusan pendidikan ini dapat berkarya di masyarakat. Kendala baru yang muncul adalah ketika peserta didik kembali kedalam lingkungannya di Rumah Sakit dan Institusinya, mereka masih merasa kesulitan untuk dapat bergerak mengembangkan diri karena terbentur oleh birokrasi, regulasi dan fungsi mereka.
Ide baru akan segera ditelurkan, yaitu Perawat Luka, Stoma dan Inkontinensia membuat sebuah wadah sendiri untuk melayani masyarakat. Saat itu di tahun 2007 belum ada regulasi yang mengatur tentang praktik mandiri keperawatan, tapi dengan tekad yang kuat akhirnya di bangunlah sebuah Balai Asuhan Keperawatan Pertama di Indonesia dengan nama Wocare Clinic (tahun 2007 belum ada aturan tentang penggunaan nama Clinic).
Dengan dua modal, pelatihan dan sebuah klinik keperawatan sebagai "contoh" kemandirian Perawat, maka usaha ini terus dikembangkan diseluruh Indonesia, spreading sebanyak-banyaknya perlu dilakukan agar masyarakat paham bahwa Profesi Perawat memiliki keilmuan yang luar biasa untuk dapat dikembangkan. Sosialisasi dilakukan dengan terus melakukan pelatihan keperawatan diberbagai wilayah di Indonesia.
Setelah sekian tahun mencoba "spreading" ternyata belum menunjukkan hasil spreading yang maksimal dan sesuai seperti yang diinginkan. Program InETNEP membutuhkan dana yang cukup besar dan waktu yang cukup lama, sehingga mempersulit Perawat di Indonesia. Setelah melalui berbagai kajian dan memohon ijin ke badan internasional, maka dicetuskanlah program terpisah dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Dan dibuatlah Program Certified Wound Care Clinician (CWCC); Certified Stomal Therapist (CST); dan Certified Continence Therapist (CCT).
Setelah pemecahan program tersebut, mulailah terlihat ada peningkatan penyebaran keilmuan ini di seluruh Indonesia. Saat ini di Indonesia, peminatan terhadap Perawatan Luka sangat tinggi, hal ini juga disebabkan karena kondisi Indonesia yang memiliki peringkat ke-4 penderita diabetes yang memiliki resiko terjadinya luka kronik.
Bersambung...
galaxy watch 3 titanium - TiG - TiG - Titanium Arts
BalasHapusThis game is westcott titanium scissors not a clone of the SEGA titanium nitride bolt carrier group Genesis classic, but rather a full croc titanium flat iron remake of the original, featuring microtouch titanium trim walmart the addition titanium pipes of the over-the-top design.